Mengenang Galendo, Makanan Khas Kabupaten Ciamis Tempo Dulu

Galendo adalah makanan yang terbuat dari ampas minyak kelapa. Pada awalnya ampas ini adalah hasil sampingan atau bukan tujuan utama dalam pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa. Tujuan utamanya adalah minyak kelapa yang pada masanya ( 1990 ke bawah) menjadi kebutuhan utama ibu-ibu untuk keperluan masak memasak. Maklum saja, pada saat itu belum ada minyak sayur/minyak kelapa sawit. Minyak kelapa menjadi pilihan utama dalam aktifitas memasak maupun industri makanan.


Berbicara galendo, saya teringat kembali pada memori puluhan tahun silam di tahun 1980-1990 an. Saat itu pengrajin minyak kelapa merupakan profesi yang cukup banyak diminati. Hampir di setiap kampung di daerah saya (Ciamis),  ada pengrajin yang mengolah kelapa menjadi minyak kelapa. Pengusaha minyak kelapa memiliki status ekonomi yang cukup tinggi di masyarakat.

Di dekat rumah saya juga terdapat satu tempat pengolahan minyak kelapa. Saya menyebutnya pabrik minyak kelapa. Bangunannya menempel pada bangunan rumah sipemiliknya. Jika kebetulan libur sekolah saya sering mengunjungi tempat itu. Kebetulan pemiliknya adalah suami kakak ayah atau dalam bahasa sunda disebut `Ua`. Saya sering mengamati proses pembuatan minyak kelapa yang dilakukan Ua, mulai dari mencongkel kelapa (memisahkan kelapa dari batoknya), memarut, mengejek (Bhs Sunda, yaitu aktifitas mengeluarkan santan kelapa dengan cara diinjak-injak pakai kaki di dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu), memasak santan dalam wajan besar sampai akhirnya hanya tersisa minyak dan ampas yang disebut galendo. 

Hal yang paling menggembirakan adalah ketika proses pengolahan minyak kelapa telah selesai. Pada saat itu pekerja menyaring minyak agar terpisah dari ampasnya (galendo). Ampas hasil penyaringan tadi selanjutnya dimasukan kedalam wadah yang kalau tidak salah berupa anyaman bambu berbentuk empat persegi panjang atau karung. Selanjutnya ampas tersebut dipress di tempat pengepresan sederhana terbuat dari kayu dengan tujuan agar sisa-sisa minyak yang masih ada dalam ampas keluar. Setelah di press, galendo yang tadinya berbentuk butiran berubah bentuk menjadi berbentuk kubus dengan ukuran kurang lebih panjang 30 cm, lebar 15 cm dan tebal 5 cm.

Hal yang paling ditunggu adalah ketika Ua memberikan sedikit galendo kepada saya dan teman-teman yang kebetulan bermain ke pabrik. Galendo itu kami makan dengan nikmat . Kadang juga di sela-sela memasak santan kelapa, pegawai memasukan singkong ke dalam cairan santan yang panas. Jika sudah masak singkong kemudian diangkat dan dimakan bersama-sama pegawai lainnya termasuk kami. Hmmm......sungguh nikmat.

Tahun 1991, ketika saya  kuliah di Bandung, galendo merupakan oleh-oleh yang wajib saya bawa ketika habis pulang kampung, Saya membeli galendo dari pabrik Ua dengan harga yang cukup murah (detil harganya lupa). Saat itu keberadaan pabrik kelapa milik ua saya masih beroperasi, tapi keadaanya sudah tidak begitu menggembirakan. Bahkan beberapa tahun kemudian pabrik itu tutup untuk selama-lamanya. 

Semenjak tahun 1990-an ke sini, keberadaan pabrik minyak kelapa satu demi satu kolaps. Harga kelapa pun turun drastis sehingga banyak pemilik kebun kelapa membabat habis pohon kelapanya digantikan tanaman kayu-kayuan seperti albasia, mahoni, jati dan lain-lain. Kemunduran minyak kelapa ini antara lain karena munculnya minyak kelapa sawit yang diusahakan oleh pengusaha besar dengan pabrik dan modal yang besar sehingga mampu menguasai pasaran minyak goreng Indonesai.
Sejak saat itu keberadaan galendo di daerah saya hilang. Bahkan kini anak-anak saya tidak mengetahui tentang galendo yang dulunya sangat terkenal di Ciamis. Saya sendiri sudah sangat lama tidak mencicipi rasa galendo. 

Galendo kini hanya ada di pasar atau sentra penjualan oleh-oleh khas sunda dengan harga yang mahal. Kalau dulu galendo hanyalah sebagai sampingan dalam produksi minyak kelapa, sekarang para pengusaha menjadikan galendo sebagai tujuan utama dalam pengolahan minyak kelapa. Pabrik atau pengarjinnya pun tidak sebanyak dulu. 

Galendo kini hanya menjadi kenangan bagi sebagain besar urang Ciamis. Bahkan saya berani memastikan, sebagian besar penduduk Ciamis yang lahir tahun 1990 ke sini tidak tahu dan tidak akan  bisa menjelaskan apa itu galendo. 

Comments :

Post a Comment